Senin, 04 Agustus 2008

SAJUMPUT TENTANG SASTRA BANJAR ‘ LAMUT ‘


Oleh : Arsyad Indradi

I. Pendahuluan.

Lamut adalah salah satu Sastra Banjar atau dikatakan juga cerita bertutur yang dikhawatirkan suatu saat nanti akan punah. Disebabkan hampir tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi Palamutan ( orang yang bercerita lamut ), dan tidak ada yang peduli dari masyarakat banjar itu sendiri, lembaga atau instansi senibudaya untuk melestarikian kehidupan Lamut yang semakin langka ini.
Mengapa dikatakan Lamut ? Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan, sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar dalam cerita wayang. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa lamut berasal dari kesenian Dundam yaitu cerita bertutur dengan menggunakan instrumen perkusi yaitu tarbang, Bercerita sambil membunyikan ( memukul ) alat tersebut. Konon, pendundam ketika membawakan ceritanya tidak tampak atau samar – samar dalam gelap. Cerita yang dibawakan adalah dongeng kerajaan Antah Berantah. Sedang berlamut, pelamutannya tampak oleh penonton dan ceritanya menurut pakem yang ada walau tak tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang Maluala. Di dalam cerita ini ada tokoh antagonis bernama Sultan Aliudin yang sakti mandraguna dari Lautan Gandang Mirung yang jadi penghalang, dan terjadi perang tanding. Kasan Mandi dibantu oleh paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, akhirnya Sultan Aliudin kalah.

II. Sejarah Sastra Banjar " Lamut."

Berlamut sudah ada pada zaman kuno yaitu tahun 1500 Masehi sampai tahun 1800 Masehi tetapi bercerita tidak menggunakan tarbang. Ketika Agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan, setelah Raja Banjar Sultan Suriansyah, barulah berlamut memakai tarbang. Sebab kesenian Islam terkenal dengan Hadrah dan Burdahnya.
Seiring dengan pesatnya penyebaran agama Islam, kesenian Islam sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan dan kesenian Banjar. Syair – syair dan pantun hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dan Sastra Banjar Lamut juga mendapat tempat yang strategis dalam penyebaran Islam di masyarakat Banjar.
Ketika Sultan Suriansyah masuk Islam, banyak kebudayaan dan kesenian Jawa yaitu dari Demak ( Jawa Tengah ) berbaur pada kebudayaan dan kesenian Banjar, maka tak heran Lamut mendapat pengaruh juga dari Wayang Kulit yaitu dialognya mirip dialek wayang. Lamut bukan saja berkembang di seluruh pelosok Kalimantan Selatan tetapi juga sampai di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

III. Penyajian, Fungsi, Penggarapan, dan instrumen.

A. Penyajian

Lamut ditampilkan pada umumnya pada malam hari sebagai hiburan masyarakat Banjar pada acara perkawinan, manyampir yaitu berkaitan dengan tradisi keluarga, dan perayaan hari – hari besar atau daerah. Durasi penampilan lamut biasanya 3 jam sampai 5 jam.
Palamutan membawakan cerita duduk di sebuah meja kecil bernama cacampan yang berukuran 1,5 x 2 meter. Cacampan ini diberi titilaman ( tilam kecil ). Pada waktu dulu, di hadapan palamutan disediakan parapen ( perapian ) dupa kemenyan yang selalu berasap dan sebiji kelapa muda yang sudah dipangkas untuk minuman palamutan. Penonton lamut biasanya duduk melingkar seperti tapal kuda.
Lamut termasuk juga teater tutur yang mempunyai komponen cerita, sutradara atau dalang, penokohan, penonton, dan tempat pertunjukan. Pelamutan sekaligus sebagai sutradara atau dalang yang menciptakan karakter meskipun sudah ada pada pakem.

B. Fungsi Sastra Banjar Lamut

Lamut berfungsi :
l. Sebagai media da’wah agama islam dan muatan pesan – pesan pemerintah atau
pesan dari pengundang lamut.
2. Sebagai hiburan
3. Manyampir, yaitu tradisi bagi keturunan palamutan.
4. Hajat seperti untuk tolak bala atau doa selamat pada acara kelahiran anak,
kitanan atau sunatan, mendapat rejeki.
Menurut kepercayaan, kalau menyampir dan hajat ini tidak dilaksanakan maka akan
membuat mamingit yakni menyebabkan sakit bagi yang bersangkutan.
5. Sebagai pendidikan terutama mengenai tata kerama kehidupan masyarakat
Banjar. Biasanya petatah petitih berupa nasehat, petuah atau bimbingan moral.
C. Penggarapan Sastra Banjar Lamut

Lamut mempunyai struktur lakon, yaitu :

1. Sebelum memulai cerita, Pelamutan terlebih dahulu membunyikan tarbnang
dengan nyanyian pembukaan yang terdiri dari syair – syair dan pantun.
2. Narator dan berdialog dilaksanakan dengan terampil oleh pelamutan sendiri.
3. Antara babak –babak lakon selalu diselingi dengan lelucon atau dagelan.
4. Ditutup kembali dengan bunyi – bunyian tarbang yang dinamis.

Cerita pada lamut merupakan cerita terdahulu dari turun temurun, pakem yang tidak tertulis. Sebab tidak ada buku – buku yang merupakan pakem cerita lamut. Oleh karena itu, tidak jarang pelamutan membawakan kisah terjadi ada penambahan dan pengurangan pada cerita semula, bahkan ada yang keluar sama sekali dari carangan ( pakem ).
Sebenarnya pakem yang ada adalah bermula pada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Jaya Sakti yang berputra kembar , bernama Indra Bungsu dan Indra Bayu. Indra Bungsu berputra bernama Kasan Mandi, sedangkan Indra Bayu berputri Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Jung Masari dan melahirkan Bujang Maluala.
Bujang Maluala kawin dengan putri maharaja Cina bernama Dandan Amas Salian Kaca melahirkan seorang putra bernama Bujang Busur. Bujang Busur kawin dengan Hindawan Bulan melahirkan Bujang Jaya. Bujang Jaya kawin dengan putri Walayu Galuh Mamagar Sari.
Setiap dinasti ini mempunyai cerita tentang percintaan, perang dengan adu kesaktian. Dan tokoh – tokoh yang selalu hadir yaitu Paman Lamut, Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, sebagai pendamping setia, penasihat dan panglima perang dari putra –putra raja tersebut.
Setelah dinasti Bujang Bungsu, cerita lamut sudah mengalami perkembangan cerita oleh pelamutan yakni menciptakan cerita baru yang lebih menarik, tetapi masih di dalam suatu pakem. Memang kreativitas pelamutan sangat diperlukan agar cerita lebih menarik, baik bumbu dialog maupun gaya ceritanya.
Dalam pengembangan cerita dapat pula mengambil dari cerita Panji, cerita Andi – Andi, tutur candi, dongeng seribu satu malam, atau pun cerita rakyat, tetapi dalam cerita itu ada tokoh utama Lamut berikut anak – anaknya Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.

D. Instrumen

Instrumen sebagai penunjang lakon yang digunakan oleh pelamutan adalah sebuah tarbang lamut. Tarbang ini bentuknya seperti rebana namun lebih besar, dengan ukuran berdiameter 45 sampas 60cm, terbuat dari kayu seperti kayu nangka, kayu sepat, kayu kursi atau kayu apa saja yang asal liat ( keras ), diberi kulit kambing kemudian disimpai sedemikian rupadengan rotan. Agar mengencangkan kulit tersebut diberi pasak kayu pada penampang bagian belakang tarbang dan dipasak dengan batangan rotan bagian dalamnya.
IV. Pantun dan syair dalam Sastra Banjar " Lamut."
Pelamutan setelah memukul tarbang dengan beberapa irama, sebagai tradisi maka ia menghaturkan salam kepada penonton dengan berpantun sebagai pembuka. Pantun tersebut antara lain :

Tabusa salah sarai sarapun
Bawa balayar kuliling nargi
Lamun tasalah banyak-banyak maminta ampun
Kisah Banjar dibawa kamari
Pinang anum barangkap – rangkap
Pinang tuha barundun – rundun
Lawan nang anum maminta maaf
Lawan nang tuha maminta ampun

Kemudian dilanjutkan dengan bersyair, merupakan ungkapan bermacam peristiwa, dengan berlagu. Antara lain :

Bismillah itu mula pang ku bilang
Kartas pang dawat jualan dagang
Kartasnya putih salain lapang
Pena manulis di kartas lapang
Bukan badanku pandai mangarang
Hanya taingat di dalam badan

Syair tidak sembarang ucap, tetapi berplot, seperti berikut ini :

Hanyarkurait pulang kaya bilaran
Satu pang tali, dua pang lalaran
Katiga tungkat, ampat pang ukuran
Kalima jarum, anam kulindan
Tujuh kompas, lapan padoman
Kasambilan teori politik
Kasapuluh lawan aturan

Syair yang mengungkapkan sebuah negeri atau kerajaan yang kaya raya, makmur sejahtera. Antara lain :

Nargi Palinggam Cahaya mimang sugih
Handak malunta ada hundang
Bajanggut amas, sisiknya pirak, matanya intan
Lah jua baisi jukung bapangayuh bagiwas
Ulin manggis, bapananjak buluh parindu

Ada beberapa prosa lirik merupakan monolog dalam mengungkapkan jalam cerita, maupun keindahan atau kecantikan seseorang. Misalnya :
Bengkengnya Galuh Putri Jung Masari dalam mahligai. Sabagaimana kambang nang sadang harum – harumnya. Rupa bungas, rupa nang langkar, manisnya. Bakambang goyang, bagalang di batis. Anak rambutnya malantang wilis. Putih kuning kuku panjang nipis nang kaya gambar ditulis.
Kemudian penuturan cerita biasanya dengan prosa lirik, seperti :
Kasan Mandi maluncat ka atas kuda, lamut ka atas kuda Kasan Mandi. Mamukul kuda, lamut jua, tarur Kasan Mandi mambalap ka hujung kampung nargi Palinggam Cahaya.Lamut mambontel di balakang malalui Pasiban Basar. Jauh tatinggal, maka ujar Kasan Mandi : “ Paman Lamut lakasi paman , malam pacangan kadap, subuh tatarang upih, kita mudahan sampai ka rimba rimbangun.

V. Salah satu pakem Lamut

BUJANG MALUALA
Setelah dewasa pergi berlayar tanpa tujuan, ditengah lautan tidak disangka – sangka kapalnya dilanda topan sehingga kapalnya hancur., dan kapalnya terapung hanyut sesat ke banua Cina.
Bujang Maluala beserta ponakawannya Lamut, Anglung, Anggasina, dan Labai Buranta menyamar seperti orang Cina, dan masing – masing merubah nama yang disesuaikan dengan nama orang cina.
Kerajaan Cina sangat besar, rajanya bernama Tiung Dermawan mempunyai putri bernama Dandan Amas Salian Kaca serta amban. Benua Cina ini bernama Siming Dermaya.
Bujang Maluala merindukan putri raja meskipun dia belum pernah bertemu Cuma mendengar namanya saja. Kemudian dia minta agar dirinya dijual pada orang Cina itu. Lalu Lamut menjual pada raja Cina itu. Dan bertuigas sebagai pesuruh mengerjakan perintah putri di rumah.
Tak lama kemudian Bujang Maluala jatuh sakit lalu dipukul oleh putri karena dianggap malas bekerja. Bujang Maluala melarikan diri dan melaporkan hal ihwal yang dialamainya kepada Lamut. Kemudian Lamut memberikan minyak guna – guna, maka minyak itu disapukan kepada putri, akhirnya putri jatuh cinta., kemudian Bujang Maluala kawin dengan putri, dan memperoleh putra diberi nama Bujang Busur.

Banjarbaru, 2006

SAKILARAN TENTANG SASTRA BANJAR ‘ MADIHIN ‘


Oleh : Arsyad Indradi

I. Pendahuluan

Ada yang berpendapat bahwa madihin berasal dari kata madah, yaitu sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Madah merupakan syair yang mempunyai rima yang sama pada suku akhir kalimat. Madah mengandung puji - pujian, nasehat atau petuah. Tetapi dalam perkembangannya humor atau lulucuan, sindiran yang sehat, tak ketinggalan disuguhkan oleh Pamadihinan ( orang yang membawakan madihin ) sebagai bumbu.
Kehidupan Sastra Banjar Madihin seperti juga Sastra Banjar Balamut, kesenian tradisional yang hampir tipis, bahkan mengalami kerisis kemusnahannya. Sastra Banjar Madihin jarang ditampilkan dalam acara – acara hiburan hari – hari besar atau acara perayaan daerah misalnya pada hari jadi kota, kabupaten atau pun pada hari jadi provinsi. Setelah di tahun 1970 – an tak pernah ada lagi perlombaan atau pertandingan Sastra Banjar Madihin.
Jarang atau dapat dihitung dengan jari orang yang berminat menjadi Pamadihinan. Agar menjadi Pamadihinan yang mengarah kepada pemain profisional, ia harus memiliki keterampilan dalam bamadihin. Keterampilan itu antara lain : Menguasai lagu khas madihin, terampil memukul tarbang dengan irama sebagai pukulan pembuka atau membunga, pukulan memecah bunga, pukulan menyampaikan isi pesan, dan pukulan penutup. Seorang Pamadihinan juga harus mempunyai suara atau vokal yang lantang dan merdu. Disamping hapal naskah syair, ia juga terampil berimpropisasi yaitu secara spontan menciptakan syair tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Memang seorang pamadihinan perlu latihan yang terus – menerus agar dapat menjadi Pamadihinan yang profisional.

II. Asal – Mula Sastra Banjar " Madihin "

Banyak pendapat mengenai asal mula madihin. Ada yang mengatakan berasal dari Kecamatan Angkinan yaitu di kampung Tawia, Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Pendapat ini berpijak pada bahwa Pamadihinan banyak tersebar di pelosok Kalimantan Selatan berasal dari kampung Tawia bernama Dulah Nyangnyang.
Ada juga yang berpendapat Sastra Banjar Madihin berasal dari Kecamatan Paringin, Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, sebab dahulu Dulah Nyanyang lama bermukim di ingin dan mengembangkan madihin di sana.
Tetapi ada juga yang berpendapat madihin berasal dari utara Kalimantan yang berbatasan dengan negara Malaysia ( Malaka ), sebab madihin banyak dipengaruhi oleh syair melayu dan gendang tradisional semenanjung Malaka. Tarbang ( gendang ) yang dipakai bamadihin ada persamaan dengan gendang yang dipakai oleh orang – orang Malaka dalam mengiringi syair atau pantun melayu.
Apa pun pendapat ini. Namun yang jelas bahwa Sastra Banjar Madihin menggunakan bahasa Banjar, Pamadihinannya etnik Banjar. Madihin adalah kesenian tradisional Banjar yang khas Banjar yang tidak ada pada etnik lain di Nusantara.
Madihin sudah ada diperkirakan tahun 1800 yaitu setelah Islam masuk dan berkembang di Kalimantan. Lahirnya madihin banyak dipengaruhi oleh kesenian Islam yaitu kasidah dan syair – syair bercerita yang dibaca oleh masyarakat Banjar.

III. Pergelaran, Fungsi dan Struktur Sastra Banjar "Madihin"

A. Pagelaran

Madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, tetapi sekarang pada siang hari. Durasi pagelaran sekitar 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara. Pagelaran madihin umumnya di lapangan terbuka yang dapat menampung penonton yang banyak. Panggung yang diperlukan ukuran 4 x3 meter. Ada juga di halaman rumah, di muka kantor atau balai. Sekarang sering pula dipergelarkan di dalam gedung.
Membawakan madihin ada yang hanya satu Pamadihinan yakni pemain tunggal.Pemain tunggal ini membawakan syair dan pantunnya harus pandai membawa timber atau warna suara yang agak berbeda seperti orator. Ia harus pandai menarik perhatian penonton dengan humor segar tetapi sesuai dengan batas etika. Ia harus benar – benar sanggup dengan memukau dengan irama dinamis pukulan terbangnya. Tetapi umumnya dibawakan 2 Pamadihinan, malah sampai 4 Pamadihinan. Jika 2 Pamadihinan berduet maka pemain ini biasanya beradu atau saling bertanyajawab, saling sindir, saling kalah mengalahkan melalui syair yang dibawakan. Aturannya adalah Pamadihinan yang satu membuka hadiyan, kemudian disambut oleh Pamadihinan yang kedua, dan seterusnya saling bersahuta. Andaikan ada 4 Pamadihinan maka terbagi dua kelompok, masing – masing 2 Pamadihinan., penampilannya seperti halnya yang dua Pamadihinan, tapi kelompok yang satu bisa membantu anggota kelompoknya melawan kelompok yang dihadapinya. Biasanya kelompok ini berpasangan pria dan wanita yaitu duel meet. Duel meet ini merupakan beradu kaharatan ( kehebatan ). Dalam duel ini, kelompok 1 memberi umpan dengan syair tertentu. Kelompok 2 harus dapat mengulangi atau menjawab, selanjutnya harus memberi umpan balik, yang harus diulang oleh kelompok I. Mereka saling bertanya jawab, saling menyindir, saling kalah mengalahkan. Demikian seterusnya.
Ada pun kelompok yang kalah apabila tidak bisa atau tidak dapat mengulang atau menjawab kelompok lawannya. Kelompok yang kalah akan mengangkat bendera putih.
Pamadihinan duduk di kursi dengan memakai baju Banjar yaitu taluk balanga dan memakai kopiah serta sarung. Tetapi sekarang sudah berpakaian bebas dan sopan, kecuali pada acara – acara penting, misalnya menghibur tamu pejabat atau menghibur acara pisah sambur pejabat, dan lain – lain.

B. Fungsi Sastra Banjar " Madihin "

Madihin umumnya berfungsi :
1. Dahulunya menghibur raja atau pejabat istana. Syair yang dibawakan bersifat pujian.
2. Sebagai hiburan masyarakat acara tertentu, misalnya hiburan habis panen,
memeriahkan pengantin, peringatan hari besar nasional dan daerah.
3. Sebagai nadar atau hajat misalnya bagi orang tua yang anaknya baru sembuh dari sakit,
upacara meayun anak yaitu upacara daur hidup etnik Banjar dan juga pada acara
sunatan ( kitanan ).
4. Sebagai media informasi, penyampaian pesan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah misalnya keluarga berencana, Pertanian, pendidikan, kesehatan,
pemeliharaan nilai dan moral, wahana memperkokoh persatuan kesatuan , dan lain–
lain.

C. Struktur Sastra Banjar " Madihin "

Struktur pergelaran sudah baku, yaitu terdiri atas :

1. Pembukaan

Yaitu melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali dengan pukulan tarbang yang disebur pukulan pembuka. Pembuka ini merupakan informasi tema yang akan dibawakan.
Contoh :

Ilahi …..
lah riang … lah riangt riut
punduk …. Di hutan
riang riut punduk di hutan …
kaguguran ….
kaguguran buah timbatu ….

2. Batabi

Yaitu syairnya atau pantun yang isinya penghormatan pada penonton, pengantar, ucapan terima kasih, dan permohonan maaf dan ampun jika ada terdapat kesasahan atau kekeliruan dalam pergelaran.
Contoh :

maaf ampun hadirin barataan
baik nang di kiri atawa di kanan
baik di balakang atawa di hadapan
baik lai – laki atawa parampuan
baik urang tuha atawa kakanakan
baik nang badiri atawa nang dudukab
ulun madihin sahibar bacucubaan
tarima kasih ulun sampaiakan
kapada panitia mambari kasampatan
kalu tasalah harap dimaafakan
tapi kalu rami baampik barataan

3. Mamacah bunga

Yaitu menyampaikan syair atau pantun sesuai dengan isi tema yang dibawakan.
Contoh :

baampik …. barataan
babulik kaawal papantunan
handak dipacahy makna sasampiran
supaya panuntun nyaman mandangarakan
riang riut punduk di hutan
kaguguran kanapa buah timbatu
irang irut muntung kuitan
mamadahi kaina anak minantu
minantu mayah ini lain banar bahari
guring malandau lacit katangah hari
kada bamasak sabigi nasi
dipadahi mintuha kada maasi
kalu malam tulak pamainan
padahal pamainan dilarang tuhan
urang macamitu bungul babanaran
bisa – bisa mati karabahan jambatan

4. Penutup

Yaitu kesimpulan dari apa yang baru disampaikan, sambil menghormati penonton, dan mohon famit, serta ditutup dengan berupa pantun – pantun.
Contoh :

tarima kasih ulun sampaiakan
kadapa hadirin sabarataan
mudahan sampian kalu ingat kaganangan
kapada diri ulun pamadihinan
ulun madihin sahibar mamadahakan
handak manurut tasarah pian barataan
sampai di sini dahulu sakian
mohon pamit ulun handak batahan
rama – rama batali banang
kutaliakan ka puhun kupang
sama – sama kita mangganang
mudahan kita batamuan pulang
ilahi ….
sadang batahan, sadang barhanti …

IV. Penutup / Saran

Diharapkan kepada semua pihak yang terkait terutama lembaga kesenian seperti Dewan Kesenian, Pariwisata, atau lembaga pendidikan lainnya agar peduli kepada keberadaan Sastra Banjar Madihin yang semakin langka. Semoga Sastra Daerah Banjar yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah – sekolah menjadikan siswa minimal mengetahui kekayaan khasanak senibudaya daerahnya dan begitu indahnya kesenian daerah yang tak kalah dengan kesenian modern lainnya dalam zaman globalisasi ini. Semoga.

Banjarbartu, 2006.

Kelompok Studi Sastra Baanjarbaru Kalimantan Selatan