tag:blogger.com,1999:blog-67805686948775352762024-02-07T18:33:28.574-08:00Lamut dan MadihinSastra Banjarhttp://www.blogger.com/profile/12707751178284054902noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-6780568694877535276.post-64219983319189943302008-08-04T08:26:00.000-07:002010-03-08T03:23:29.109-08:00SAJUMPUT TENTANG SASTRA BANJAR ‘ LAMUT ‘<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5fN3KbNOJMGz7mrCbRyWHpyOoMPju5wpJVWSf7nWSkxzJ2rI0OgM-T1PCQ5pYNWWmILpgqGBu_9ivtt9zS9cvMXrtvbYI86uvToOgot1axzzeeW-RBG79KqcJrQr0MhcNb3Kuh7NeVz8M/s1600-h/Gambar+lamut.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 126px; height: 145px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5fN3KbNOJMGz7mrCbRyWHpyOoMPju5wpJVWSf7nWSkxzJ2rI0OgM-T1PCQ5pYNWWmILpgqGBu_9ivtt9zS9cvMXrtvbYI86uvToOgot1axzzeeW-RBG79KqcJrQr0MhcNb3Kuh7NeVz8M/s200/Gambar+lamut.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5446222071534141906" border="0" /></a><br />Oleh : Arsyad Indradi<br /><br /><span style="font-weight: bold;">I. Pendahuluan.</span><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Lamut</span> adalah salah satu Sastra Banjar atau dikatakan juga cerita bertutur yang dikhawatirkan suatu saat nanti akan punah. Disebabkan hampir tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi Palamutan ( orang yang bercerita lamut ), dan tidak ada yang peduli dari masyarakat banjar itu sendiri, lembaga atau instansi senibudaya untuk melestarikian kehidupan Lamut yang semakin langka ini.<br />Mengapa dikatakan Lamut ? Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan, sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar dalam cerita wayang. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa lamut berasal dari kesenian Dundam yaitu cerita bertutur dengan menggunakan instrumen perkusi yaitu tarbang, Bercerita sambil membunyikan ( memukul ) alat tersebut. Konon, pendundam ketika membawakan ceritanya tidak tampak atau samar – samar dalam gelap. Cerita yang dibawakan adalah dongeng kerajaan Antah Berantah. Sedang berlamut, pelamutannya tampak oleh penonton dan ceritanya menurut pakem yang ada walau tak tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang Maluala. Di dalam cerita ini ada tokoh antagonis bernama Sultan Aliudin yang sakti mandraguna dari Lautan Gandang Mirung yang jadi penghalang, dan terjadi perang tanding. Kasan Mandi dibantu oleh paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, akhirnya Sultan Aliudin kalah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">II. Sejarah Sastra Banjar " Lamut."</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Berlamut sudah ada pada zaman kuno yaitu tahun 1500 Masehi sampai tahun 1800 Masehi tetapi bercerita tidak menggunakan tarbang. Ketika Agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan, setelah Raja Banjar Sultan Suriansyah, barulah berlamut memakai tarbang. Sebab kesenian Islam terkenal dengan Hadrah dan Burdahnya.<br /></div></div><div style="text-align: justify;">Seiring dengan pesatnya penyebaran agama Islam, kesenian Islam sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan dan kesenian Banjar. Syair – syair dan pantun hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dan Sastra Banjar Lamut juga mendapat tempat yang strategis dalam penyebaran Islam di masyarakat Banjar.<br />Ketika Sultan Suriansyah masuk Islam, banyak kebudayaan dan kesenian Jawa yaitu dari Demak ( Jawa Tengah ) berbaur pada kebudayaan dan kesenian Banjar, maka tak heran Lamut mendapat pengaruh juga dari Wayang Kulit yaitu dialognya mirip dialek wayang. Lamut bukan saja berkembang di seluruh pelosok Kalimantan Selatan tetapi juga sampai di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">III. Penyajian, Fungsi, Penggarapan, dan instrumen.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Penyajian</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Lamut ditampilkan pada umumnya pada malam hari sebagai hiburan masyarakat Banjar pada acara perkawinan, manyampir yaitu berkaitan dengan tradisi keluarga, dan perayaan hari – hari besar atau daerah. Durasi penampilan lamut biasanya 3 jam sampai 5 jam.<br />Palamutan membawakan cerita duduk di sebuah meja kecil bernama cacampan yang berukuran 1,5 x 2 meter. Cacampan ini diberi titilaman ( tilam kecil ). Pada waktu dulu, di hadapan palamutan disediakan parapen ( perapian ) dupa kemenyan yang selalu berasap dan sebiji kelapa muda yang sudah dipangkas untuk minuman palamutan. Penonton lamut biasanya duduk melingkar seperti tapal kuda.<br />Lamut termasuk juga teater tutur yang mempunyai komponen cerita, sutradara atau dalang, penokohan, penonton, dan tempat pertunjukan. Pelamutan sekaligus sebagai sutradara atau dalang yang menciptakan karakter meskipun sudah ada pada pakem.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">B. Fungsi Sastra Banjar Lamut </span><br /><br />Lamut berfungsi :<br />l. Sebagai media da’wah agama islam dan muatan pesan – pesan pemerintah atau<br /> pesan dari pengundang lamut.<br />2. Sebagai hiburan<br />3. Manyampir, yaitu tradisi bagi keturunan palamutan.<br />4. Hajat seperti untuk tolak bala atau doa selamat pada acara kelahiran anak,<br /> kitanan atau sunatan, mendapat rejeki.<br /> Menurut kepercayaan, kalau menyampir dan hajat ini tidak dilaksanakan maka akan<br /> membuat mamingit yakni menyebabkan sakit bagi yang bersangkutan.<br />5. Sebagai pendidikan terutama mengenai tata kerama kehidupan masyarakat<br /> Banjar. Biasanya petatah petitih berupa nasehat, petuah atau bimbingan moral.<br />C. Penggarapan Sastra Banjar Lamut<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lamut mempunyai struktur lakon, yaitu :</span><br /><br />1. Sebelum memulai cerita, Pelamutan terlebih dahulu membunyikan tarbnang<br /> dengan nyanyian pembukaan yang terdiri dari syair – syair dan pantun.<br />2. Narator dan berdialog dilaksanakan dengan terampil oleh pelamutan sendiri.<br />3. Antara babak –babak lakon selalu diselingi dengan lelucon atau dagelan.<br />4. Ditutup kembali dengan bunyi – bunyian tarbang yang dinamis.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Cerita pada lamut merupakan cerita terdahulu dari turun temurun, pakem yang tidak tertulis. Sebab tidak ada buku – buku yang merupakan pakem cerita lamut. Oleh karena itu, tidak jarang pelamutan membawakan kisah terjadi ada penambahan dan pengurangan pada cerita semula, bahkan ada yang keluar sama sekali dari carangan ( pakem ).<br />Sebenarnya pakem yang ada adalah bermula pada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Jaya Sakti yang berputra kembar , bernama Indra Bungsu dan Indra Bayu. Indra Bungsu berputra bernama Kasan Mandi, sedangkan Indra Bayu berputri Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Jung Masari dan melahirkan Bujang Maluala.<br />Bujang Maluala kawin dengan putri maharaja Cina bernama Dandan Amas Salian Kaca melahirkan seorang putra bernama Bujang Busur. Bujang Busur kawin dengan Hindawan Bulan melahirkan Bujang Jaya. Bujang Jaya kawin dengan putri Walayu Galuh Mamagar Sari.<br />Setiap dinasti ini mempunyai cerita tentang percintaan, perang dengan adu kesaktian. Dan tokoh – tokoh yang selalu hadir yaitu Paman Lamut, Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, sebagai pendamping setia, penasihat dan panglima perang dari putra –putra raja tersebut.<br />Setelah dinasti Bujang Bungsu, cerita lamut sudah mengalami perkembangan cerita oleh pelamutan yakni menciptakan cerita baru yang lebih menarik, tetapi masih di dalam suatu pakem. Memang kreativitas pelamutan sangat diperlukan agar cerita lebih menarik, baik bumbu dialog maupun gaya ceritanya.<br />Dalam pengembangan cerita dapat pula mengambil dari cerita Panji, cerita Andi – Andi, tutur candi, dongeng seribu satu malam, atau pun cerita rakyat, tetapi dalam cerita itu ada tokoh utama Lamut berikut anak – anaknya Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">D. Instrumen</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Instrumen sebagai penunjang lakon yang digunakan oleh pelamutan adalah sebuah tarbang lamut. Tarbang ini bentuknya seperti rebana namun lebih besar, dengan ukuran berdiameter 45 sampas 60cm, terbuat dari kayu seperti kayu nangka, kayu sepat, kayu kursi atau kayu apa saja yang asal liat ( keras ), diberi kulit kambing kemudian disimpai sedemikian rupadengan rotan. Agar mengencangkan kulit tersebut diberi pasak kayu pada penampang bagian belakang tarbang dan dipasak dengan batangan rotan bagian dalamnya.<br />IV. Pantun dan syair dalam Sastra Banjar " Lamut."<br />Pelamutan setelah memukul tarbang dengan beberapa irama, sebagai tradisi maka ia menghaturkan salam kepada penonton dengan berpantun sebagai pembuka. Pantun tersebut antara lain :<br /></div><br />Tabusa salah sarai sarapun<br />Bawa balayar kuliling nargi<br />Lamun tasalah banyak-banyak maminta ampun<br />Kisah Banjar dibawa kamari<br />Pinang anum barangkap – rangkap<br />Pinang tuha barundun – rundun<br />Lawan nang anum maminta maaf<br />Lawan nang tuha maminta ampun<br /><br />Kemudian dilanjutkan dengan bersyair, merupakan ungkapan bermacam peristiwa, dengan berlagu. Antara lain :<br /><br />Bismillah itu mula pang ku bilang<br />Kartas pang dawat jualan dagang<br />Kartasnya putih salain lapang<br />Pena manulis di kartas lapang<br />Bukan badanku pandai mangarang<br />Hanya taingat di dalam badan<br /><br />Syair tidak sembarang ucap, tetapi berplot, seperti berikut ini :<br /><br />Hanyarkurait pulang kaya bilaran<br /><span style="font-weight: bold;">Satu</span> pang tali,<span style="font-weight: bold;"> dua</span> pang lalaran<br /><span style="font-weight: bold;">Katiga</span> tungkat, <span style="font-weight: bold;">ampat</span> pang ukuran<br /><span style="font-weight: bold;">Kalima</span> jarum, <span style="font-weight: bold;">anam </span>kulindan<br /><span style="font-weight: bold;">Tujuh</span> kompas, <span style="font-weight: bold;">lapan</span> padoman<br /><span style="font-weight: bold;">Kasambilan</span> teori politik<br /><span style="font-weight: bold;">Kasapuluh</span> lawan aturan<br /><br />Syair yang mengungkapkan sebuah negeri atau kerajaan yang kaya raya, makmur sejahtera. Antara lain :<br /><br />Nargi Palinggam Cahaya mimang sugih<br />Handak malunta ada hundang<br />Bajanggut amas, sisiknya pirak, matanya intan<br />Lah jua baisi jukung bapangayuh bagiwas<br />Ulin manggis, bapananjak buluh parindu<br /><br /><div style="text-align: justify;">Ada beberapa prosa lirik merupakan monolog dalam mengungkapkan jalam cerita, maupun keindahan atau kecantikan seseorang. Misalnya :<br />Bengkengnya Galuh Putri Jung Masari dalam mahligai. Sabagaimana kambang nang sadang harum – harumnya. Rupa bungas, rupa nang langkar, manisnya. Bakambang goyang, bagalang di batis. Anak rambutnya malantang wilis. Putih kuning kuku panjang nipis nang kaya gambar ditulis.<br />Kemudian penuturan cerita biasanya dengan prosa lirik, seperti :<br />Kasan Mandi maluncat ka atas kuda, lamut ka atas kuda Kasan Mandi. Mamukul kuda, lamut jua, tarur Kasan Mandi mambalap ka hujung kampung nargi Palinggam Cahaya.Lamut mambontel di balakang malalui Pasiban Basar. Jauh tatinggal, maka ujar Kasan Mandi : “ Paman Lamut lakasi paman , malam pacangan kadap, subuh tatarang upih, kita mudahan sampai ka rimba rimbangun.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">V. Salah satu pakem Lamut</span><br /><br />BUJANG MALUALA<br /><div style="text-align: justify;">Setelah dewasa pergi berlayar tanpa tujuan, ditengah lautan tidak disangka – sangka kapalnya dilanda topan sehingga kapalnya hancur., dan kapalnya terapung hanyut sesat ke banua Cina.<br />Bujang Maluala beserta ponakawannya Lamut, Anglung, Anggasina, dan Labai Buranta menyamar seperti orang Cina, dan masing – masing merubah nama yang disesuaikan dengan nama orang cina.<br />Kerajaan Cina sangat besar, rajanya bernama Tiung Dermawan mempunyai putri bernama Dandan Amas Salian Kaca serta amban. Benua Cina ini bernama Siming Dermaya.<br />Bujang Maluala merindukan putri raja meskipun dia belum pernah bertemu Cuma mendengar namanya saja. Kemudian dia minta agar dirinya dijual pada orang Cina itu. Lalu Lamut menjual pada raja Cina itu. Dan bertuigas sebagai pesuruh mengerjakan perintah putri di rumah.<br />Tak lama kemudian Bujang Maluala jatuh sakit lalu dipukul oleh putri karena dianggap malas bekerja. Bujang Maluala melarikan diri dan melaporkan hal ihwal yang dialamainya kepada Lamut. Kemudian Lamut memberikan minyak guna – guna, maka minyak itu disapukan kepada putri, akhirnya putri jatuh cinta., kemudian Bujang Maluala kawin dengan putri, dan memperoleh putra diberi nama Bujang Busur.<br /><br />Banjarbaru, 2006<br /></div>Sastra Banjarhttp://www.blogger.com/profile/12707751178284054902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6780568694877535276.post-49549383859894916092008-08-04T08:23:00.000-07:002010-03-08T03:28:51.265-08:00SAKILARAN TENTANG SASTRA BANJAR ‘ MADIHIN ‘<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqL53NEa54UAX0utZloP7eFuf0hJpAhugOpq9DJfzPYcXkm3kydfUJkzlQzjRye7BzQYBfm07Z_3tY2vrTeRhOoqPnScggbcTHn6zkuZlt-txRBreFNL5gGc0oHuUpcjIrA2h16bF9r-qH/s1600-h/gambar+madihin.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 110px; height: 88px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqL53NEa54UAX0utZloP7eFuf0hJpAhugOpq9DJfzPYcXkm3kydfUJkzlQzjRye7BzQYBfm07Z_3tY2vrTeRhOoqPnScggbcTHn6zkuZlt-txRBreFNL5gGc0oHuUpcjIrA2h16bF9r-qH/s200/gambar+madihin.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5446222662544559586" border="0" /></a><br />Oleh : Arsyad Indradi<br /><br /><span style="font-weight: bold;">I. Pendahuluan</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Ada yang berpendapat bahwa madihin berasal dari kata madah, yaitu sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Madah merupakan syair yang mempunyai rima yang sama pada suku akhir kalimat. Madah mengandung puji - pujian, nasehat atau petuah. Tetapi dalam perkembangannya humor atau lulucuan, sindiran yang sehat, tak ketinggalan disuguhkan oleh Pamadihinan ( orang yang membawakan madihin ) sebagai bumbu.<br />Kehidupan Sastra Banjar Madihin seperti juga Sastra Banjar Balamut, kesenian tradisional yang hampir tipis, bahkan mengalami kerisis kemusnahannya. Sastra Banjar Madihin jarang ditampilkan dalam acara – acara hiburan hari – hari besar atau acara perayaan daerah misalnya pada hari jadi kota, kabupaten atau pun pada hari jadi provinsi. Setelah di tahun 1970 – an tak pernah ada lagi perlombaan atau pertandingan Sastra Banjar Madihin.<br />Jarang atau dapat dihitung dengan jari orang yang berminat menjadi Pamadihinan. Agar menjadi Pamadihinan yang mengarah kepada pemain profisional, ia harus memiliki keterampilan dalam bamadihin. Keterampilan itu antara lain : Menguasai lagu khas madihin, terampil memukul tarbang dengan irama sebagai pukulan pembuka atau membunga, pukulan memecah bunga, pukulan menyampaikan isi pesan, dan pukulan penutup. Seorang Pamadihinan juga harus mempunyai suara atau vokal yang lantang dan merdu. Disamping hapal naskah syair, ia juga terampil berimpropisasi yaitu secara spontan menciptakan syair tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Memang seorang pamadihinan perlu latihan yang terus – menerus agar dapat menjadi Pamadihinan yang profisional.<br /><br /></div><span style="font-weight: bold;">II. Asal – Mula Sastra Banjar " Madihin "</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Banyak pendapat mengenai asal mula madihin. Ada yang mengatakan berasal dari Kecamatan Angkinan yaitu di kampung Tawia, Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Pendapat ini berpijak pada bahwa Pamadihinan banyak tersebar di pelosok Kalimantan Selatan berasal dari kampung Tawia bernama Dulah Nyangnyang.<br />Ada juga yang berpendapat Sastra Banjar Madihin berasal dari Kecamatan Paringin, Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, sebab dahulu Dulah Nyanyang lama bermukim di ingin dan mengembangkan madihin di sana.<br />Tetapi ada juga yang berpendapat madihin berasal dari utara Kalimantan yang berbatasan dengan negara Malaysia ( Malaka ), sebab madihin banyak dipengaruhi oleh syair melayu dan gendang tradisional semenanjung Malaka. Tarbang ( gendang ) yang dipakai bamadihin ada persamaan dengan gendang yang dipakai oleh orang – orang Malaka dalam mengiringi syair atau pantun melayu.<br />Apa pun pendapat ini. Namun yang jelas bahwa Sastra Banjar Madihin menggunakan bahasa Banjar, Pamadihinannya etnik Banjar. Madihin adalah kesenian tradisional Banjar yang khas Banjar yang tidak ada pada etnik lain di Nusantara.<br />Madihin sudah ada diperkirakan tahun 1800 yaitu setelah Islam masuk dan berkembang di Kalimantan. Lahirnya madihin banyak dipengaruhi oleh kesenian Islam yaitu kasidah dan syair – syair bercerita yang dibaca oleh masyarakat Banjar.<br /><br /></div>I<span style="font-weight: bold;">II. Pergelaran, Fungsi dan Struktur Sastra Banjar "Madihin"</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Pagelaran</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, tetapi sekarang pada siang hari. Durasi pagelaran sekitar 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara. Pagelaran madihin umumnya di lapangan terbuka yang dapat menampung penonton yang banyak. Panggung yang diperlukan ukuran 4 x3 meter. Ada juga di halaman rumah, di muka kantor atau balai. Sekarang sering pula dipergelarkan di dalam gedung.<br />Membawakan madihin ada yang hanya satu Pamadihinan yakni pemain tunggal.Pemain tunggal ini membawakan syair dan pantunnya harus pandai membawa timber atau warna suara yang agak berbeda seperti orator. Ia harus pandai menarik perhatian penonton dengan humor segar tetapi sesuai dengan batas etika. Ia harus benar – benar sanggup dengan memukau dengan irama dinamis pukulan terbangnya. Tetapi umumnya dibawakan 2 Pamadihinan, malah sampai 4 Pamadihinan. Jika 2 Pamadihinan berduet maka pemain ini biasanya beradu atau saling bertanyajawab, saling sindir, saling kalah mengalahkan melalui syair yang dibawakan. Aturannya adalah Pamadihinan yang satu membuka hadiyan, kemudian disambut oleh Pamadihinan yang kedua, dan seterusnya saling bersahuta. Andaikan ada 4 Pamadihinan maka terbagi dua kelompok, masing – masing 2 Pamadihinan., penampilannya seperti halnya yang dua Pamadihinan, tapi kelompok yang satu bisa membantu anggota kelompoknya melawan kelompok yang dihadapinya. Biasanya kelompok ini berpasangan pria dan wanita yaitu duel meet. Duel meet ini merupakan beradu kaharatan ( kehebatan ). Dalam duel ini, kelompok 1 memberi umpan dengan syair tertentu. Kelompok 2 harus dapat mengulangi atau menjawab, selanjutnya harus memberi umpan balik, yang harus diulang oleh kelompok I. Mereka saling bertanya jawab, saling menyindir, saling kalah mengalahkan. Demikian seterusnya.<br />Ada pun kelompok yang kalah apabila tidak bisa atau tidak dapat mengulang atau menjawab kelompok lawannya. Kelompok yang kalah akan mengangkat bendera putih.<br />Pamadihinan duduk di kursi dengan memakai baju Banjar yaitu taluk balanga dan memakai kopiah serta sarung. Tetapi sekarang sudah berpakaian bebas dan sopan, kecuali pada acara – acara penting, misalnya menghibur tamu pejabat atau menghibur acara pisah sambur pejabat, dan lain – lain.<br /><br /></div><span style="font-weight: bold;">B. Fungsi Sastra Banjar " Madihin "</span><br /><br />Madihin umumnya berfungsi :<br />1. Dahulunya menghibur raja atau pejabat istana. Syair yang dibawakan bersifat pujian.<br />2. Sebagai hiburan masyarakat acara tertentu, misalnya hiburan habis panen,<br /> memeriahkan pengantin, peringatan hari besar nasional dan daerah.<br />3. Sebagai nadar atau hajat misalnya bagi orang tua yang anaknya baru sembuh dari sakit,<br /> upacara meayun anak yaitu upacara daur hidup etnik Banjar dan juga pada acara<br /> sunatan ( kitanan ).<br />4. Sebagai media informasi, penyampaian pesan pembangunan yang dilakukan oleh<br /> pemerintah misalnya keluarga berencana, Pertanian, pendidikan, kesehatan,<br /> pemeliharaan nilai dan moral, wahana memperkokoh persatuan kesatuan , dan lain–<br /> lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. Struktur Sastra Banjar " Madihin "</span><br /><br />Struktur pergelaran sudah baku, yaitu terdiri atas :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Pembukaan</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Yaitu melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali dengan pukulan tarbang yang disebur pukulan pembuka. Pembuka ini merupakan informasi tema yang akan dibawakan.<br /></div>Contoh :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ilahi …..</span><br /><span style="font-weight: bold;">lah riang … lah riangt riut</span><br /><span style="font-weight: bold;">punduk …. Di hutan</span><br /><span style="font-weight: bold;">riang riut punduk di hutan …</span><br /><span style="font-weight: bold;">kaguguran …. </span><br /><span style="font-weight: bold;">kaguguran buah timbatu …. </span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Batabi</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Yaitu syairnya atau pantun yang isinya penghormatan pada penonton, pengantar, ucapan terima kasih, dan permohonan maaf dan ampun jika ada terdapat kesasahan atau kekeliruan dalam pergelaran.<br />Contoh :<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">maaf ampun hadirin barataan</span><br /><span style="font-weight: bold;">baik nang di kiri atawa di kanan</span><br /><span style="font-weight: bold;">baik di balakang atawa di hadapan</span><br /><span style="font-weight: bold;">baik lai – laki atawa parampuan</span><br /><span style="font-weight: bold;">baik urang tuha atawa kakanakan</span><br /><span style="font-weight: bold;">baik nang badiri atawa nang dudukab</span><br /><span style="font-weight: bold;">ulun madihin sahibar bacucubaan</span><br /><span style="font-weight: bold;">tarima kasih ulun sampaiakan</span><br /><span style="font-weight: bold;">kapada panitia mambari kasampatan</span><br /><span style="font-weight: bold;">kalu tasalah harap dimaafakan</span><br /><span style="font-weight: bold;">tapi kalu rami baampik barataan</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Mamacah bunga </span><br /><br />Yaitu menyampaikan syair atau pantun sesuai dengan isi tema yang dibawakan.<br />Contoh :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">baampik …. barataan</span><br /><span style="font-weight: bold;">babulik kaawal papantunan</span><br /><span style="font-weight: bold;">handak dipacahy makna sasampiran</span><br /><span style="font-weight: bold;">supaya panuntun nyaman mandangarakan </span><br /><span style="font-weight: bold;">riang riut punduk di hutan </span><br /><span style="font-weight: bold;">kaguguran kanapa buah timbatu</span><br /><span style="font-weight: bold;">irang irut muntung kuitan</span><br /><span style="font-weight: bold;">mamadahi kaina anak minantu</span><br /><span style="font-weight: bold;">minantu mayah ini lain banar bahari</span><br /><span style="font-weight: bold;">guring malandau lacit katangah hari</span><br /><span style="font-weight: bold;">kada bamasak sabigi nasi</span><br /><span style="font-weight: bold;">dipadahi mintuha kada maasi</span><br /><span style="font-weight: bold;">kalu malam tulak pamainan</span><br /><span style="font-weight: bold;">padahal pamainan dilarang tuhan</span><br /><span style="font-weight: bold;">urang macamitu bungul babanaran</span><br /><span style="font-weight: bold;">bisa – bisa mati karabahan jambatan </span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">4. Penutup</span><br /><br />Yaitu kesimpulan dari apa yang baru disampaikan, sambil menghormati penonton, dan mohon famit, serta ditutup dengan berupa pantun – pantun.<br />Contoh :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">tarima kasih ulun sampaiakan</span><br /><span style="font-weight: bold;">kadapa hadirin sabarataan</span><br /><span style="font-weight: bold;">mudahan sampian kalu ingat kaganangan</span><br /><span style="font-weight: bold;">kapada diri ulun pamadihinan</span><br /><span style="font-weight: bold;">ulun madihin sahibar mamadahakan</span><br /><span style="font-weight: bold;">handak manurut tasarah pian barataan</span><br /><span style="font-weight: bold;">sampai di sini dahulu sakian</span><br /><span style="font-weight: bold;">mohon pamit ulun handak batahan</span><br /><span style="font-weight: bold;">rama – rama batali banang</span><br /><span style="font-weight: bold;">kutaliakan ka puhun kupang</span><br /><span style="font-weight: bold;">sama – sama kita mangganang</span><br /><span style="font-weight: bold;">mudahan kita batamuan pulang</span><br /><span style="font-weight: bold;">ilahi ….</span><br /><span style="font-weight: bold;">sadang batahan, sadang barhanti …</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">IV. Penutup / Saran</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">Diharapkan kepada semua pihak yang terkait terutama lembaga kesenian seperti Dewan Kesenian, Pariwisata, atau lembaga pendidikan lainnya agar peduli kepada keberadaan Sastra Banjar Madihin yang semakin langka. Semoga Sastra Daerah Banjar yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah – sekolah menjadikan siswa minimal mengetahui kekayaan khasanak senibudaya daerahnya dan begitu indahnya kesenian daerah yang tak kalah dengan kesenian modern lainnya dalam zaman globalisasi ini. Semoga.<br /></div><br />Banjarbartu, 2006.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kelompok Studi Sastra Baanjarbaru Kalimantan Selatan </span>Sastra Banjarhttp://www.blogger.com/profile/12707751178284054902noreply@blogger.com0